Gadget

Hot news,gadget rumors,etc.

Technology

It's about Science-Technology.

Culture

It's all about Indonesian variety.

Sunday 18 June 2017

Penyebab kegagalan umum sistem informasi dan peran pemimpin dalam e-government

Menurut O’Brien (2005)  keberhasilan sistem informasi tidak seharusnya diukur hanya melalui efisiensi biaya, waktu dan penggunaan sumber daya informasi. Keberhasilan juga harus diukur dari efektivitas teknologi informasi dalam mendukung strategi bisnis organisasi, memungkinkan proses bisnisnya, meningkatkan struktur organisasi dan budaya serta meningkatkan nilai pelanggan dan bisnis perusahaan. Rosemary Cafasaro dalam O’Brien (2009) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kesuksesan atau kegagalan penerapan sistem informasi dalam suatu organisasi atau perusahaan antara lain : dukungan manajemen eksekutif, keterlibatan end user (pemakai akhir), kejelasan penggunaan kebutuhan perusahaan, kematangan perencanaan dan harapan perusahaan yang nyata. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan sistem informasi antara lain: kurangnya input dari end user, tidak lengkapnya pernyataan kebutuhan dan spesifikasi, pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang senantiasa berubah-ubbah, kurangnya dukungan manajemen eksekutif serta inkompetensi secara teknologi.
Menurut Heeks (2003) sebagian besar penyebab kegagalan aplikasi e-Gov di negara berkembang adalah karena ketidakpahaman mengenai keadaan saat ini (where are we now) dengan apa yang yang akan kita capai dengan proyek e-government (where the e-government projects wants to get us). Dengan kata lain terjadi gap atau kesenjangan antara rancangan e-Gov yang telah dibuat dengan realitas yang dihadapi sekarang. Kesenjangan ini terdapat dalam berbagai dimensi yang dikenal dengan istilah ITPOSMO (Information, Technology, Processes, Objective and Values, Staffing and skills, Management systems and structures, Other resources : time and money).
Faktor-faktor Penyebab kegagalan umum sistem informasi
Faktor-faktor yang menyebaban kesuksesan sistem informasi sebagaimana pendapat Rosemary Cafasaro dalam O’Brien (2009) dipaparkan sebagai berikut :
1.    Kurangnya input dari end user
2.    Tidak lengkapnya pernyataan kebutuhan dan spesifikasi
3.    Pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang senantiasa berubah-ubah
4.    Kurangnya dukungan eksekutif
5.    Inkompetensi secara teknologi
6.    Perencanaan yang tidak tepat dan tidak matang

1.        Kurangnya input dari end user

Kurangnya keterlibatan end user pada saat proses perancangan sistem akan  menemui kegagalan pada saat diterapkan karena terjadi kesenjangan atau gap antara pengguna dan perancang atau pakar SI. Kesenjangan itu timbul karena keduanya memiliki latar belakang dan kepentingan yang berbeda (user-designer communication gap). Kesenjangan ini pada akhirnya akan menciptakan kegagalan dalam pelaksanaan sistem informasi.

2.        Tidak lengkapnya pernyataan kebutuhan dan spesifikasi

Kebutuhan yang telah dirumuskan tersebut apabila tidak mendapatkan dukungan berupa infrastruktur yang memadai akan menyebabkan kegagalan pada sistem informasi.

3.        Pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang senantiasa berubah-ubah

Penerapan sistem informasi pada suatu organisasi harus dilakukan perumusan dengan jelas tentang kebutuhan dan spesifikasi penggunan sistem informasi tersebut. Pernyataan kebutuhan yang tidak ditegaskan sejak awal akan berdampak negatif pada saat sistem informasi diimplementasikan dan pada akhirnya menemui kegagalan.

4.        Kurangnya dukungan manajemen eksekutif

Apabila penerapan sistem informasi tidak mendapatkan dukungan dari beberapa unsur manajemen eksekutif sebagai pengambil keputusan maka penerapan sistem organisasi akan menemui kegagalan dan mengakibatkan dampak seperti : terjadi inefisiensi biaya, pelaksanaan penerapan sistem informasi melebihi target waktu yang telah ditentukan, kendala teknis serta kegagalan memperoleh manfaat yang diharapkan.

5.        Inkompetensi secara teknologi

Penerapan dan pengembangan sistem informasi sangat membutuhkan peranan manusia sebagai brainware/operator. Apabila sumberdaya manusia dalam organisasi tidak memiliki kompetensi akan perkembangan teknologi yang semakin  maju maka penerapan sistem informasi akan mengalami kesulitan. Sistem informasi yang tidak sesuai dengan kemampuan SDM akan mengakibatkan pelaksanaan sistem informasi menghadapi kegagalan.

6.        Perencanaan yang tidak tepat dan tidak matang

Pengembangan dan penerapan sistem informasi yang tidak didukung oleh perencanaan yang matang tidak akan mampu menjadi mediator antara berbagai keinginan dan kepentingan dalam suatu organisasi. Sistem yang tidak memiliki road map yang jelas tidak mampu menjadi pegangan dalam melaksanakan sistem informasi sesuai tujuan organisasi. Sistem informasi yang tidak dirancang sesuai kebutuhan organisasi pada akhirnya akan menemui kegagalan dalam penerapannya dan hanya menimbulkan inefisiensi dalam hal biaya, waktu dan tenaga.



CONTOH KASUS KEGAGALAN PENERAPAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA


Salah satu contoh kegagalan penerapan e-government di Indonesia adalah pelaksanaan e-Procurement. e-Procurement adalah proses pengadaan barang/jasa yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik yang berbasis web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum, pra kualifikasi dan sourcing secara elektronik dengan menggunakan modul berbasis website. Proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dengan menggunakan e-procurement secara signifikan akan meningkatkan kinerja, efektifitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas transaksi yang dilakukan. Selain itu dapat mengurangi biaya operasional secara signifikan karena tidak diperlukan lagi penyerahan dokumen fisik dan proses administrasi yang memakan waktu dan biaya.
Contoh kegagalan tersebut dapat dilihat sebagai berikut. Pada tahun 2006 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur memutuskan untuk bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya dalam pengembangan dan implementasi sistem e-procurement di lingkungan Pemprov Kaltim.
Peran Pemimpin E Government
     Menurut hasil kajian dan riset dari Harvard JFK School of Government, untuk menerapkan konsep-konsep digitalisasi pada sector public, ada tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh. Masing-masing elemen sukses tersebut adalah :

1. Support

     Seperti yang kita tahu, arti dari kata support sendiri adalah dukungan. Hal terpenting dalam hal dukungan adalah unsur pimpinan. Pimpinan harus memiliki political will untuk mengembangkan e-government, karena hal ini akan menyangkut seluruh proses dari e-government. Artinya, pemimpin tidak saja harus pintar dalam hal pneyusunan konsep, tetapi harus juga menjadi motivator ulung pada fase pelaksanaannya (action). Tanpa adanya unsur political will, mustahil berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-Government dapat berjalan dengan mulus.

2. Capacity

     Capacity (kemampuan), yaitu keberdayaan pemerintah setempat dalam mewujudkan “impian” e-Government menjadi kenyataan. Terdapat tiga hal penting yang harus dimiliki pemerintah sehubungan dengan elemen ini, yaitu :
Ketersediaan sumberdaya yang cukup untuk melaksanakan berbagai inisiatif e-Government.
Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai.
Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian.

3. Value.

     Value (Nilai) merupakan manfaat yang secara signifikan dapat dirasakan oleh masyarakat atau pihak lain dengan adanya penerapan e-Government. Salah dalam mengerti kebutuhan masyarakat, justru akan menjadi boomerang bagi pemerintah yang berdampak pada sulitnya penerapan usaha pengembangan konsep e-Government.


Sedangkan sistem informasi pada pemerintahan,seorang pemimpin harus berperan dalam menerapkan e-government dengan menyusun strategi secara matang dan berkualitas,dan dengan adanya kesadaran dari pemimpin,serta pemimpin yang ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan skill maka e-government dapat terealisasi sebagaimana mestinya
  
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com